Lain ladang lain belalang, begitu kata peribahasa kita, tapi lain bila ingin makan belalang datanglah ke Thailand. Negeri yang terkenal dengan gajah, pagoda, serta makanan eksotisnya ternyata merupakan surga bagi penggemar audio mobil. Menurut Kamchai Phetnamsin, President IASCA Thailand, “Walaupun baru pertama kali mengadakan kontes berskala internasional, tapi kontes-kontes regional sering digelar di sana.” Kontes yang digelar pada 17-18 Februari 2005 diikuti sekitar 40 peserta Sound Quality dan belasan mobil SPL. Hebatnya lagi, mobil-mobil peserta kontes tidak hanya diinstal oleh instalatur lokal, tapi instalatur luar negeri sudah bermain di sana. Seperti tim JL Audio serta tim DLS yang merupakan tim terbesar menurunkan instalatur asal Swedia.
Sebuah iven internasional, maka jurinya pun datang dari berbagai negara, seperti Malaysia dan Amerika. Seperti juga di Indonesia, juri itu didampingi juri lokal sebagai ajang pembelajaran merangkap penerjemah antara juri asing dan peserta. Hal ini sangat penting, apalagi kontes bertaraf dunia, adalah yang pertama digelar di negeri tersebut.
Bukan Jago Kandang
Grand Cherokee berwarna merah dengan tulisan besar Numchai Phongpetch di kaca depannya, adalah salah satu karya instalatur kita. Mobil yang dikerjakan kurang lebih 7 hari ini berhasil meraih juara pertama untuk kelas Street X 601-UP. Bagaimana suara dan tampilannya?
Hasil kolaborasi instalatur Thailand dan Indonesia ini menghasilkan tata suara yang mampu menghasilkan suara sesuai aturan penjurian dari IASCA. Instalatur mampu menampilkan apa yang ada pada CD IASCA, staging bisa didapat dengan baik, tonal balance sangat akurat, dan sistem tak mengeluarkan noisi yang bisa mengganggu kualitas suara. Keahlian instalatur didukung pula dengan komponen yang dipergunakan berupa head unit Pioneer DEX P9R yang dihubungkan dengan processor Pioneer DEQ-P9. Keluaran dari Pioneer DEQ-P9 merupakan umpan dari dua buah amplifier tabung Musee (Musee 764 dan Musee 1502) dan amplifier JL Audio. Perangkat penghasil suara, spiker depan mempergunakan Dyn Audio System 340 dan subwoofer keluaran JL Audio 10W6 V2. Keluaran high dan mid dari DEQ-P9 disalurkan ke ampli Musee 764 selanjutnya ke tweeter dan mid spiker. Ampli Musee 1502 bertugas memperkuat frekuensi rendah untuk mid bass yang ada di panel pintu. Terakhir, nada rendah atau bass diperkuat oleh ampli JL Audio dan langsung diteruskan ke sub juga dari JL Audio.
Melihat sisi kosmetiknya, mobil merah dengan interior coklat dibuat serasi dengan kosmetik audionya. Penutup berwarna coklat memberikan kesan original look dan elegan. Memang bila kita perhatikan lebih jauh dalam hal kosmetik, sepertinya Indonesia lebih unggul, baik dari tampilan maupun kualitas pengerjaannya.
Walaupun berhasil menyisihkan instalatur dari Eropa, mobil bukannya tanpa kendala, atau 100% sempurna. Amplifier tabung yang dipergunakan ternyata memiliki perangkat delay mekanis. Perangkat tersebut akan menghasilkan suara “klik” saat on/off, walaupun itu bukan noisi sistem, tapi sempat menjadi pertanyaan, apakah akan kena potongan nilai. Ternyata juri mengerti dan tidak ada masalah. Satu hal lagi, kabel yang dipergunakan kurang mendukung, akibatnya suara yang dihasilkan kurang “terbuka.” Artinya, sistem tidak mampu mereproduksi secara sempurna. Hal ini sebetulnya merupakan keuntungan di masa depan, untuk kontes berikutnya instalatur tidak perlu mengubah semua sistem, tapi cukup memperbaiki kualitas kabel yang dipergunakan.
Terganjal Tradisi
Dalam kontes idBL memang tim Indonesia tidak berhasil meraih juara, tapi peserta inilah yang 100% sesuai dengan apa yang ada di buku peraturan. Pencinta SPL di negeri gajah ini sudah biasa dengan dB Drag memakai aturan berbeda dengan SPL ala IASCA. Mobil dB Drag juga merupakan kontestan, masalahnya mereka tidak mengubah mobilnya sesuai aturan IASCA. Jelas hal ini sangat menguntungkan, karena mobil bisa lebih kedap dan tenaga yang dihasilkan akan lebih kuat. Sayangnya, panitia dan juri sama sekali tidak melakukan pemeriksaan awal, akibatnya yang ikut aturan menjadi dirugikan.
Contoh dari perbedaan tersebut adalah visibilitas dari kaca depan minimal 70% dari luas kaca aslinya. Penggunaan pintu atau kaca ganda memang tidak diizinkan, tapi kenyataannya hampir semua mobil mempergunakan kaca dan pintu ganda. Belum lagi tegangan listrik yang dipergunakan, apakah memang 18 Volt. Untuk yang satu ini memang dilakukan pengukuran, tapi meter yang dipergunakan sangat diragukan keakuratannya.
Hasilnya memang sangat mengejutkan, dimana suara yang dihasilkan bisa mencapai 172,6 dB. Jelas ini memecahkan rekor dunia, tapi apakah ia akan dimasukkan ke peringkat dunia? Semua itu masih diperdebatkan walaupun head judge telah mengumumkan langsung pada saat itu juga, bahwa mobil ini masuk rekor dunia dan tidak didiskualifikasi seperti saat kontes IASCA yang digelar di Bali. Hal inilah yang menjadi PR dan pertanyaan besar bagi penggemar SPL, ada apakah sebenarnya? Apakah rule telah diganti bila sudah mana yang barunya?
Hal seperti ini merupakan tantangan bagi pemain-pemain dari luar untuk bisa tampil maksimal dengan terlebih dulu mengetahui apa kebiasaan-kebiasaan di negeri tersebut.
No comments:
Post a Comment